Langsung ke konten utama

Kontribusi JNE pada Literasi Negeri Ini

Pada bulan juni 2024, Benteng Vredeburg berhasil direnovasi menjadi lebih cantik, ribuan pengunjung dari berbagai daerah berkunjung tak terkecuali penulis. Di waktu senja yang indah, saya berdiri di halaman atas Benteng sembari melihat matahari yang sudah mulai mengistirahatkan diri. 

Suara anak kecil sedang berbicara sambil berlari mewarnai keramain tempat ini, klakson motor dan mobil menjadi pertanda bahwa di sekitar tempat ini sangat ramai kendaraan. Selain Benteng Vredeburg memiliki wajah baru, wajah-wajah pengunjung baru pun turut mengunjungi museum ini, terlihat dari raut wajahnya yang sedikit kebingungan kemana mereka akan melangkah. 


Beberapa orang mendekatiku untuk menikmati matahari yang berwarna merah jingga, sebagai introvert yang akut, aku langsung mencari tempat yang sepi untuk bersemedi. Di pojok benteng, saya menemukan tempat yang sunyi dan damai, tak ambil lama, langsung ku ambil satu buku untuk dibaca. sembari menyandar pada tembok, kunikmati setiap kata yang ditangkap oleh mata. 


Tiba-tiba, terbenak dipikiran saya mengenai kondisi saudara sebangsa, sadarah, setanah air Indonesia di ujung belahan timur nan jauh di sana, informasi yang saya dapatkan dari media sosial beberapa waktu lalu adalah mahalnya harga mie instan sebab pengiriman yang jauh. 


“Kalau mie instan yang harganya murah saja di sana mahal, apalagi buku, bahkan jika jumlah produksi buku dengan jumlah produksi mie instan sangat berbeda jauh, tentu buku lebih mahal lagi, semahal itukah ilmu bagi mereka” pikirku dalam renungan sore itu. 


Kekhawatiran saya bertambah ketika ingat bahwa ada sekolah yang dihanguskan oleh sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab, tentu ini menjadi tantangan tersendiri bagi kita semua khususnya pemerintah yang mempunyai tanggung jawab untuk mencerdaskan bangsa. Buku susah didapatkan dan sekolah dibakar menjadi penghalang serius untuk menyebarkan ilmu pengetahuan. Wajar saja jika Indonesia Mengajar sering mengirimkan putra-putri terbaik bangsa untuk mengabdi di daerah sana. 


Rasa penasaran yang menggebu-gebu mendorong saya untuk menggali informasi lebih dalam, saya langsung membuka hp dan mengetik kalimat “pengiriman buku ke papua”. Setelah diklik dan berbagai tulisan muncul. “em lega” kalimat yang spontan keluar diiringi dengan hembusan nafas. pasalnya ongkos kirim dari jakarta ke papua tidak semahal apa yang saya kira. 


Tak sampai di situ, saya melanjutkan mencari informasi mengenai kondisi literasi yang terjadi di sana. Hasilnya cukup memukau dan memberikan angin segar. Berita dari website milik Kemendikbud yang dipublish pada 23 November 2023 menginformasikan bahwa “Banyak siswa yang menamatkan buku bacaan dan merasa belum cukup. Namun, kondisi perpustakaan yang seharusnya menjadi tempat nyaman untuk membaca belum layak ditempati” inilah yang kemudian menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua, bahwa bukan hanya buku yang harus diperhatikan dalam menghidupkan literasi melainkan tempat untuk penerus bangsa membaca juga harus difasilitasi. 


Namun, disisi  lain, terdapat media yang menginformasikan bahwa kemampuan literasi siswa di papua terendah di Indonesia sehingga gerakan baca tulis harus diperkuat. Salah satu pernyataan dari Duta Provinsi Papua Michael J menyatakan ke Media Indonesia yang berisi bahwa  wilayah Kabupaten Jayapura salah satu wilayah terbesar di Provinsi Papua. Namun masih terbatas dalam menyediakan ruang publik atau perpustakaan yang nyaman untuk aktivitas membaca. Jika pun tersedia, kondisinya terlihat sangat memprihatinkan dan tak mampu menarik generasi muda untuk mengunjunginya.


Tentu kedua kondisi tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja, bagaimanapun pendidikan harus bisa dinikmati oleh seluruh warga negara Indonesia. Pemerintah dan kita harus berusaha bahwa saudara kita berhak mendapatkan pendidikan, buku bacaan, hingga tempat untuk belajar dan membaca. 


Beberapa waktu kemudian, saya mengikuti salah satu kegiatan bedah buku yang diisi oleh jurnalis senior yang sudah melintang ke berbagai media tersohor di Indonesia. Nama lengkapnya Mamah Suherman atau Kang Maman. Saat itu beliau membedah karya yang berjudul “Bukan buku agama bukan buku resep makanan”.


Seperti pada umumnya, beliau menerangkan mengenai latar belakang, tujuan, dinamika, motivasi dan hal lainnya yang berkaitan dengan isi buku tersebut, sampai tibalah saatnya sesi tanya jawab dan diskusi. Penulis Buku Perempuan itu juga sering membumbui penjelasan buku dan jawaban dari pertanyaan peserta dengan cerita, salah satu cerita yang menarik ialah mengenai kegiatan yang rutin ia lakukan.     


Penyair kelahiran Makassar tersebut menceritakan bahwa salah satu kegiatan rutin beliau ialah mengirim buku ke saudara sebangsa yang berada di timur sana, dirinya bekerja sama dengan salah satu pengirim buku terkemuka yang sudah berkontribusi besar bagi masyarakat dalam mengirimkan segala bentuk yang menjadi manfaat salah satunya ialah buku, agen pengiriman tersebut ialah jne. 


Alumni Ilmu Kriminologi Universitas Indonesia menjelaskan bahwa dirinya bekerja sama dengan JNE untuk mengirimkan buku ke daerah papua, dengan harapan saudara kita yang berada di sana bisa merasakan kenikmatan membaca buku. Adapun bentuk kerjasamanya ialah perihal buku Kang Maman menyediakan sedangkan pihak JNE bertugas untuk mengirimkan buku. 


Tak hanya kang maman saja, Chelsea Islan melakukan upaya yang sama dengan cara yang berbeda tetapi tujuan yang sama. Dikutip dari Indocargo Time dengan judul “Chelsea Islan bekerja sama dengan WVI dan JNE bantu pendidikan anak papua melalui distribusi buku dan perlengkapan sekolah” tertulis bahwa Penulis buku Dream Planner Chelsea Islan bergabung menjadi ambassador kampanye #BeraniMimpi sejak bulan Juni 2017 lewat pembangunan ‘Honai Belajar Anak’ di Desa Sapalek, Kabupaten Jayawijaya, Papua. 


‘Honai  Belajar Anak’ difungsikan sebagai rumah belajar bagi anak-anak di pedalaman Papua untuk belajar bersama dan juga perpustakaan bagi mereka untuk memperoleh lebih banyak pengetahuan dengan membaca. 


Dalam artikel tersebut, M. Feriadi selaku Presiden Direktur JNE mengatakan “Dengan penyaluran buku-buku bacaan ke Papua bersama WVI, kami berharap supaya anak-anak mendapat akses yang lebih baik ke dunia pengetahuan dan pendidikan yang lebih baik. Aksi yang  kami lakukan ini juga sebagai wujud sumbangsih JNE dengan semangat “Connecting Happiness” yang bermakna menghantarkan kebahagiaan, dalam hal ini bagi kemajuan pendidikan di Indonesia, salah satunya Papua,”


Keresahan saya hilanglah sudah ketika mendapatkan informasi langsung secara lisan dari Kang Maman selaku pegiat literasi, dan tidak langsung melalui website membuat hati saya senang gembira. “Ternyata masih ada orang yang peduli literasi dan pendidikan, andai saja jika orang di Indonesia seperti Kang Maman ada sepuluh pasti dunia literasi akan hidup” harapku setinggi langit yang berharap jatuh diantara bintang-bintang. 


Tak hanya hati saja yang tertegur, jiwaku juga terdorong untuk melakukan hal yang serupa, rasanya ingin bisa sebanyak-banyaknya mengirimkan buku kepada saudara saya yang jauh di sana. Semoga tidak hanya buku saya yang sampai di sana, tetapi raga dan jiwa saya bisa ikut ke sana, untuk mengabdi pada negeri, salah satunya ialah melalui jalur pendidikan yaitu Indonesia Mengajar atau Pengajar Muda.  


Saya harap JNE bisa membantu saya untuk mengirimkan beberapa buku yang saya miliki ke setiap penjuru yang ada di Indonesia, karena hal tersebut merupakan motivasi hidup saya yakni “Mencari ilmu sebanyak-banyaknya dan Membagikan ilmu seluas-luasnya”. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Semenjak Pesatnya Perkembangan Teknologi, Bocah-Bocah Ingusan Itu Tidak Merasakan Nuansa Bulan Puasa

Pernah nggak sih kalian jengkel melihat bocah-bocah ingusan yang selalu pegang gadget? entah itu bermain game online atau menonton video, mereka sangat anteng terlebih ketika menonton video tik tok yang menjadi langganan masyarakat Indonesia. Mengutip data dari Business of Apps, menyatakan bahwa, pada tahun 2021 pengguna tik tok dari kalangan usia 10-19 tahun mencapai 28%, artinya banyak sekali bocah yang di bawah delapan belas tahun sudah mengkonsumsi tik tok.      Semenjak maraknya aplikasi tik-tok, bocah-bocah ingusan itu bisa tidak merasakan jika puasa lama, terasa dan segala kesibukan di dalamnya, yang niatnya cuman scrolling sebentar eh ternyata sampai berjam-jam setelah itu ketiduran pula, pas bangun tiba tiba adzan magrib berkumandang, enakan puasanya bocah-bocah ingusan itu.     Kondisi seperti ini sangat berbanding terbalik dengan zaman bocah-bocah dekil, saat sekolah mereka harus mengikuti pesantren kilat yang jadwalnya padat bahka...

Tanpa Peran Generasi Muda, Transformasi Teknologi dalam Pendidikan Hanyalah Angan-angan

Di hari pertama bulan maret 2024, saya mengikuti salah satu program Indonesia Mengajar yakni Kelas Inspirasi yang tersebar di berbagai daerah, salah satunya Yogyakarta. Sesuai dengan namanya, kegiatan yang diadakan bertujuan untuk menginspirasi murid-murid sekolah dasar. Mereka yang menginspirasi adalah para relawan pengajar dari berbagai daerah dan berlatang belakang pekerjaan berbeda, para relawan datang ke sekolah untuk menceritakan pekerjaannya dan menginspirasi supaya murid semangat dalam belajar.  Kegiatan tersebut dilakukan selama satu hari penuh, sehingga para guru tidak mengajar dan waktu kegiatan belajar mengajar digunakan oleh Kakak Relawan Pengajar. Mereka saling bergantian memasuki kelas-kelas, setiap relawan pengajar mendapatkan bagian dua hingga tiga kelas dengan waktu masing-masing kelas tiga puluh menit.  Berbagai cara dilakukan oleh relawan agar kegiatan belajar menjadi seru dan menarik, seperti halnya yang dilakukan oleh salah satu relawan, ia mengajarkan ca...

Resensi Buku Smokol : Kumpulan Cerpen Pilihan Harian Kompas 2019

Setiap hari minggu Koran Harian Kompas memuat cerita pendek. Pada setiap tahunnya, mereka memilih beberapa cerita pendek terbaik untuk dikumpulkan kemudian dijadikan buku. Pada tahun 2009 mereka memilih 15 cerpen terbaik dari 51 cerpen, rocky gerung dan Linda Christanty merupakan dua sosok pemilih 15 cerpen tersebut.  “Smokol” merupakan salah satu cerita pendek karya nukila amal yang terpilih kemudian diangkat menjadi judul buku cerpen pilihan kompas tahun 2009. "Smokol, cerpen yang saya unggulkan itu, bertumpu pada sebuah metafisika politik. Ya itu, kondisi normatif manusia yang menghendaki pemenuhan imajiner terhadap "hasrat" (desire)”. tulis Bung Rocky dalam prolognya. Pengajar Filsafat UI tersebut juga menuliskan “ Normativitas itu bukan kualitas yang ditambahkan oleh pengalaman sosial ke dalam imajinasi manusia, melainkan justru merupakan sumber primer dari relasi sosial. Artinya politik hasrat lah yang mengarahkan kegiatan sosial manusia dan sekaligus memberi makna...