“Mati satu tumbuh seribu” kalimat yang mungkin tepat ketika kita ingin menyelesaikan masalah pendidikan. Saat akan menerapkan inovasi atau pembaharuan pasti ada saja dampak negatif yang mengikuti, salah satunya ialah inovasi dalam transformasi teknologi di dunia pendidikan yang menimbulkan permasalahan baru.
Tidak semua golongan bisa menerapkan inovasi teknologi karena teknologinya tidak ada, fasilitas tidak mendukung, dan anggarannya minim adalah sebagian kecil masalah yang ditimbulkan, hal seperti ini akan kita temui di daerah 3T. Di daerah tersebut kita akan sulit untuk mengembangkan inovasi teknologi, berbeda dengan wilayah perkotaan yang sangat mendukung. Perbedaan inilah yang menjadi tantangan bagi kemendikbud dan kita semua.
Padahal di era saat ini, mau tidak mau peserta didik harus memiliki kemampuan dalam bidanng teknologi agar bisa menyesuaikan dengan perubahan zaman, itu idealnya. Dalam permasalahan ini saja, terdapat beberapa opsi yang bisa diambil.
Pertama kita tetap menerapkan penggunaan teknologi dengan konsekuensi kesenjangan antara kondisi pedesaan dengan perkotaan. Kedua, baik di desa maupun kota tidak diterapkan sama sekali karena kita belum. Sedangkan ketiga, kedua-keduanya difasilitasi namun sayangnya anggaranya tidak mencukupi.
Dengan terpaksa pemerintah harus mengambil segala konsekuensi yang ada agar permasalahan ini dapat diselesaikan dengan secepat-secepatnyna, mengenal perkembangan dan perubahan teknologi berubah dengan begitu pesat, jika tidak disegerakan khawatir akan berdampak pada ketertinggalan teknologi yang jauh.
Tak hanya itu, kita juga akan dihadapkan oleh beberapa tantangan apabila kita menerapkan teknologi yakni
Tidak Semua Pihak Siap
Ini menjadi tantangan yang serius ketika ingin menerapkan, terutama bagi kalangan sepuh yang sebentar lagi beranjak menuju pensiun. Rasanya kurang etis apabila mereka dipaksa untuk terus menerus mengikuti perkembangan zaman, karena pasti akan keteteran bahkan bisa saja mereka mengabaikan atau mereka meminta tolong pada guru muda yang bisa melakukan pekerjaannya.
Tak hanya itu, kesulitan yang dialami guru sepuh akan berdampak pada kesuksesan peserta didik. Guru sepuh yang diberikan kesempatan untuk mengajar saat transformasi teknologi pendidikan sudah dijalankan maka dikhawatirkan sistem, pola, dan gaya belajarnya sama dengan zaman dahulu, sehingga tidak ada pembaharuan seperti apa yang pemerintah harapkan, seperti belajar dengan menggunakan teknologi yang terbaru.
Pemerataan yang hanya angan-angan
Anggaran dana yang tidak sesuai dengan kebutuhan, membuat pemerataan pendidikan sulit untuk diwujudkan. Sistem zonasi yang digadang-gadang mampu untuk meratakan kualitas sekolah negeri ternyata malah menimbulkan masalah baru berupa kecurangam. Selain itu, di berbagai daerah juga banyak sekolah yang belum mendapatkan dana yang dibutuhkan.
Salah satu bukti ketidakmerataan ialah ujian nasional yang berbasis teknologi. Tentu di perkotaan hal ini tidak sama sekali dipermasalahkan tetapi ini menjadi masalah yang amat berarti bagi sekolah yang ada di pedesaan. Di Pedesaan banyak sekolah tidak memiliki fasilitas yang memadai sehingga harus menumpang di sekolah lain agar dapat menjalankan kewajiban ujian nasional.
Persiapan yang Belum Matang
Dari berbagai permasalahan di atas, menunjukan bahwa kita sebeneranya belum siap untuk menerapkan teknologi dalam pendidikan secara maksimal. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah agar pendidikan dapat menyesuaikan dengan pemerintah, saya amat yakin jika pemerintah sangat bisa menyelesaikan masalah ini dengan baik apabila masyarakat juga bisa bekerja sama dengannya.
Di sisi lain, perubahan teknologi juga memiliki beberapa peluang seperti mudahnya persebaran informasi dan lain sebagainya, seperti berita yang mudah menyabar, komunikasi pihak sekolah menjadi lebih simple, dan bisa menggunakan media online untuk menunjang pembelajaran agar lebih menarik.
Hal yang Muda Kini Semakin Muda
“Kamu udah paham ini?” tanya seorang guru setelah mengetahui muridnya lebih dulu memahami materi yang disampaikan. Usut punya usut ternyata muridnya mengikuti les online yang dilaksanaan saat malam hari. Dalam les yang diikuti itu, meteri yang diajarkan oleh guru sudah diajarkan dua minggu yang lalu, padahal waktu yang digunakan untuk les tidak ada setengahpun dari waktu belajar di sekolah. Begitulah kiranya apabila kita dapat memanfaatkan teknologi dengan baik dan bijak.
Kemajuan teknologi juga membuat pembelajaran semakin mudah untuk dipahami, salah satunya ialah proyektor. Dengan menayangkan video melalui proyektor, pendidik bisa dengan mudah menggambarkan materi yang akan dibahas, ssiswa juga bisa menangkap materi lebih mudah karena video yang disampaikan menarik dan singkat.
Selain itu, Game-game yang ada di website juga bisa dimanfaatkan untuk menyelingi kejenuhan siswa. Seperti spinner yang bisa digunakan untuk menentukan siapa yang maju ke depan kelas untuk memimpin berdoa, menerangkan kembali apa yang guru sampaikan serta menjawab pertanyaan. Tentu ini sangat mendukung kegiatan belajar mengajar agar lebih menarik.
Seharusnya pendidikan menjadi garda terdepan dalam pembaharuan, pendidikan harus dilaksanakan untuk menyiapkan bekal bagi orang-orang untuk menjalani hidup di masa depan bukan masa lalu. Maka yang harus diprioritaskan ialah bagaimana individu tersebut mampu bertahan hidup di masa yang akan datang, bukan hanya mempelajari masa lalu seperti mendebatkan asal-usul nenak moyang dan bagaimana mereka bertahan hidup.
Saya senang dengan mata pelajaran sejarah, karena banyak kebijaksanaan yang didapatkan, namun saya juga harus mempelajari bagaimana kehidupan di masa yang akan datang karena itu lebih saya butuhkan. Sayang sekali, di negeri ini tidak ada studi yang fokus mengkaji hal-hal apa saja yang akan terjadi di masa yang akan datang, supaya kita bisa menyiapkan sejak dini kebutuhan dan skill apa saja yang harus dimiliki.
Komentar
Posting Komentar