Kala itu saya kebanjiran tugas dan pekerjaan, ingin rasanya diri ini menjadi dua, tapi itu hanya angan-angan belaka. Salah satu cara yang rasional adalah begadang dan istirahat di waktu luang, namun syukurlah hal itu tidak terjadi karena aku mendapatkan petunjuk berupa bisikan.
Bisikan itu tidak tau asal nya dari mana, entah malaikat atau setan yang memasuki raga teman saya kemudian ia menyimpannya. Petunjuk tersebut saya terapkan, benar-benar mujarab, tak kurang dari setengah jam satu tugas selesai, sangat mengefektifkan waktu hingga lima kali lipat. “Kalau saja saya tahu sejak lama, mungkin saat ini saya sudah sarjana” ucapku dalam hati.
Petunjuk itu bernama Chat GPT, salah satu bentuk dari AI. Teknologi tersebut dibuat oleh dan menyerupai kecerdasan manusia, ia bisa menjawab segala pertanyaan dan persoalan. Hanya dua kali klik yakni copy dan paste kita bisa mendapatkan jawaban yang jitu, mudahkan?
Namun setelah itu, saya tidak berani lagi menggunakan Chat GPT dengan kemauan diri, kecuali mendapat arahan dari atasan. Meskipun teknologi tersebut diperbolehkan oleh berbagai pihak, bagi saya proses untuk mendapatkan jawaban adalah hal yang lebih penting daripada jawaban itu sendiri. Dengan mencari jawaban seseorang akan mendapatkan berbagai ilmu. Ilmu itulah yang menjadi wawasan kita dan bekal dalam menjalani kehidupan, itu lah pendidikan yakni sebuah proses untuk mendapatkan pengetahuan.
Seyogyanya AI dapat digunakan dengan semestinya, seperti mencari data yang valid, menerjemahkan tulisan dan lain sebagaianya. Sebagaimana yang sering dikatakan oleh para pendidik bahwa kita harus melek dalam teknologi tetapi tidak bergantung padanya.
Sri Suning Kusumawardani selaku Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemendikbud Ristek dalam Konferensi Pers pada Kamis 22 Februari 2024 mengatakan, “Kami berkomitmen untuk menjadikan pembelajaran menjadi lebih efektif dan personal melalui penggunaan Ai. Ini merupakan salah satu rencana kebijakan pemerintah mengenai penggunaan AI dengan tujuan untuk transformasi teknologi dalam dunia pendidikan.”
Menanggapi hal itu, terdapat sebuah karya anak bangsa yang mampu membuat teknologi pembelajaran. Dikutip dari Liputan 6 dengan judul Dua Mahasiswa Indonesia Bikin Startup Kecerdasan Buatan MASA AI di Silicon Valley untuk Dukung Pendidikan Tanah Air. Dunia pendidikan dihebohkan dengan salah satu prestasi yang diraih oleh mahasiswa asal Indonesia, mahasiswa tersebut membuat startup kecerdasan buatan AI untuk mendukung pendidikan di tanah air.
Ialah Jason Sudirjo dan Davyn Sudirjo membuat Jennietest dan Jenniespeak. Jenni Test berfungsi untuk melatih TOEFL, IELTS, UTBK-SBMPTN, dan Bahasa Inggris serta tes diagnostic cepat. Sedangkan Jenniespeak adalah pelatih berbicara lengkap dan dapat mendeteksi pengucapan, intonasi, ritme dan tempo serta akurasi tata Bahasa dan kosa kata sehingga dapat meningkatkan kemampuan berbicara pengguna.
Jika saja dua program tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik maka kemampuan Bahasa inggris warga negara Indonesia akan meningkat, belum lagi program-program AI yang lain. Menurut hasil analisis Kompas, Kemampuan AI akan membantu 33 persen detail pekerjaan di sektor Pendidikan, sekitar 2 juta orang akan terbantu dengan adanya AI. Menurut Unifah Rosyidi sekali pakar kebijakan Pendidikan menyatakan bahwa AI memiliki potensi daya perubahan yang begitu besar dibandingkan disrupsi teknologi sebelumnya, seperti komputer atau bahkan kalkulator. Dikutip dari berita Kompas dengan judul Pendidikan di Era AI: Membawa Kemanusiaan Lebih Mulia.
Namun beberapa kemajuan teknologi yang menunjang pembelajaran tersebut akan bisa dimanfaatkan dengan maksimal apabila guru dapat menggunakan dengan baik. Sedangkan, terdapat beberapa guru yang tidak memahami teknologi, seperti guru-guru sepuh.
Kemendikbud melaporkan bahwa sebanyak 793.780 guru berusia 50-59 tahun atau 27,31 persen dari jumlah seluruh guru di Indonesia. Tentu ini jumlah yang sangat banyak dan mempengaruhi kebijakan pendidikan, apabila mereka semua tidak dapat menerapkan teknologi maka penggunaan teknologi dalam pendidikan akan sedikit terhambat. butuh berbagai cara agar mereka semua bisa menyesuaikan perkembangan teknologi.
Selain itu, banyak daerah yang belum mendapatkan akses teknologi dengan baik membuat kebijakan yang mewajibkan penerapan teknologi harus dikaji secara matang, jikalau teknologi tersebut diterapkan di perkotaan saja, maka ketimpangan pendidikan akan semakin timpang.
Apabila kembali kepada pertanyaan judul di atas, maka jawaban yang tepat ialah mau tidak mau harus mau, karena jika kita tidak siap menggunakan teknologi tersebut maka negara kita akan tertinggal. Namun kita juga harus memfokuskan kepada saudara-saudara kita yang berada di sana agar bisa mendalami teknologi. Tugas kita sebagai anak muda yakni berpartisipasi aktif dalam dunia Pendidikan, karena kita lah yang paham akan hal itu, jika anak muda siap untuk terjun aktif dalam dunia Pendidikan maka penerapan AI dalam pendidikan akan sangat siap.
Komentar
Posting Komentar