Semenjak Pesatnya Perkembangan Teknologi, Bocah-Bocah Ingusan Itu Tidak Merasakan Nuansa Bulan Puasa
Pernah nggak sih kalian jengkel melihat bocah-bocah ingusan yang selalu pegang gadget? entah itu bermain game online atau menonton video, mereka sangat anteng terlebih ketika menonton video tik tok yang menjadi langganan masyarakat Indonesia. Mengutip data dari Business of Apps, menyatakan bahwa, pada tahun 2021 pengguna tik tok dari kalangan usia 10-19 tahun mencapai 28%, artinya banyak sekali bocah yang di bawah delapan belas tahun sudah mengkonsumsi tik tok.
Semenjak maraknya aplikasi tik-tok, bocah-bocah ingusan itu bisa tidak merasakan jika puasa lama, terasa dan segala kesibukan di dalamnya, yang niatnya cuman scrolling sebentar eh ternyata sampai berjam-jam setelah itu ketiduran pula, pas bangun tiba tiba adzan magrib berkumandang, enakan puasanya bocah-bocah ingusan itu.
Kondisi seperti ini sangat berbanding terbalik dengan zaman bocah-bocah dekil, saat sekolah mereka harus mengikuti pesantren kilat yang jadwalnya padat bahkan lebih padat dibanding hari hari biasanya. Belum lagi, tugas rumah yang diganti dengan mencatat kultum saat tarawih maupun subuh ditambah meminta tanda tangan imam tarawih menjadi hal dirindukan.
Namun setidaknya bocah-bocah ingusan itu sedikit terselamatkan karena tidak merasakan betapa ngawurnya generasi bocah-bocah dekil yang tidak sholat tarawih dan memilih bermain petasan tetapi terdepan dalam meminta tanda tangan. Itu salah satu kerandoman bocah-bocah dekil saat bulan ramadhan yang tidak dirasakan oleh bocah-bocah ingusan. Tak hanya itu masih banyak kegiatan ramadhan yang tidak dirasakan bocah ingusan seperti.
Perang Sarung, Saling Menyelepet Satu Sama Lain
Sebelum adzan isya berkumandang, bocah-bocah dekil sudah berkeliaran di dalam dan di luar masjid. Mereka berlari kesana-kemari untuk mengejar satu sama lain, terkadang mereka juga menggunakan sarung yang diikat dengan kuat sebagai senjata untuk menyerang kawan. Dengan sekuat tenaga ia mengejar temannya kemudian menyelepet nya hingga kena dan berbunyi “Slepet”, tak jarang jika beberapa bocah dekil nangis akibat selepetan.
Saat adzan pun berkumandang, mereka istirahat sejenak untuk mengisi tenaga. Setelah adzan, mereka pun pindah ke halaman atau teras mushola untuk melakukan hal yang sama tetapi dengan tingkat kegaduhan yang berbeda, mereka tak seberisik sebelumnya karena bocah-bocah takut kena marah oleh para lansia.
Menyalakan Petasan Dengan Tujuan Mengganggu Bapak Lansia
Tak berselang lama setelah kelelahan perang sarung, bocah-bocah dekil pun melakukan agenda berikutnya yakni bermain petasan. Berbagai petasan dengan bunyi yang beragam mereka ledakan, mulai dari yang tidak bersuara hingga mengguncang jantung lansia dan mengundang amarahnya, anehnya mereka justru berbahagia apabila ada orang tua yang marah-marah dan tujuan menyalakan petasan adalah untuk itu.
Semakin malam, keaktifan bocah-bocah dekil pun semakin menjadi-jadi. Mereka menyalakan petasan yang bunyinya menggelegar, “Anak-anak yang di luar tolong jangan bermain petasan ya, bahaya, kalau tetap main nanti bukunya tidak saya tanda tangan” ucap seorang Ustadz yang menjadi Imam tarawih. Mendengar informasi tersebut para bocil-bocil pun dengan sigap memasuki masjid sembari membawa sisa petasan.
Ngabuburit yang Membuat Tidak Lapar
Sepulangnya dari sekolah sore atau biasa dikenal TPA, mereka berjalan-jalan menggunakan sepeda mengelilingi dan mengunjungi tempat-tempat tertentu sesuai kesepakatan bersama. Biasanya menonton pertandingan sepak bola di lapangan desa. Mereka juga pernah mengisi ngabuburit dengan mengobrol di pinggir sungai di bawah pohon mangga, karena tidak kuat menahan godaan lapar, bocah-bocah dekil pun memanjat dan menikmati mangga tanpa sedikitpun ada rasa bersalah dan dosa.
Yang penting Tanda Tangan Imam, Sholat Tarawih itu Belakangan
Sholat tarawihnya berebut paling belakang tetapi meminta tanda tangan paling depan adalah ciri bocah dekil. Selepas sholat tarawih dan para jamaah meninggalkan tempat, dengan cepat mereka berlari menghampiri Pak Ustadz. Pernah suatu ketika saking berebutnya, mereka berdorong-dorongan dan membuat Pak Ustadz terjungkal, syukurlah Pak Ustadz baik hati dan tidak marah.
Setiap menandatangani buku catatan ramadhan bocah-bocah dekil, Pak Ustadz selalu memberikan nasihat “Besok tarawihnya yang benar dan ikut sholat ya, ikut dari awal sampai akhir bukan malah main petasan di halaman” dawuh Pak Ustadz. Nasihat tersebut seperti angin lalu bagi mereka, masuk telinga kanan keluar telinga kiri, mereka tetap saja bermain sarung dan petasan di saat yang lain sholat, tetapi Pak Ustad tidak pernah berhenti menasehati dan mendoakan mereka menjadi anak-anak yang soleh dan solehah.
Tadarusan di Malam Hari Hingga Dini Hari
Setelah meminta tanda tangan, mereka berebut mengambil mic untuk tadarusan, ak heran jika mic mushola sering rusak, ya mereka inilah biang keroknya. Meskipun ulah mereka terkadang meresahkan, tetapi untuk tadarusan mereka patut diberikan jempol bahkan tidak tanggung-tanggung ada warga yang memberikan mereka martabak, lontong sate dan lain sebagainya supaya mereka tetap semangat. Namun budaya seperti itu tidak bisa dirasakan oleh generasi bocah ingusan hal karena tadarusan dilarang menggunakan mic dan mereka sibuk dengan gadgetnya masing-masing.
Meskipun Kondisi Setengah Sadar, Mereka Tetap Mencatat Isi Kultum Yang Mereka Dengar
Di saat manusia lain tidur pulas karena kekenyangan sahur dan suasana subuh yang syahdu. Bocah-bocah dekil ini mencatat apa yang disampaikan oleh Pak Ustadz, dengan kondisi setengah tidak sadar mereka menuliskan apa yang mereka dengar. Tak heran jika para guru bingung terhadap catatan kultum mereka, terkadang mereka asal tulis saja apa yang mereka tangkap tanpa dicerna terlebih dahulu.
Jalan Kaki di Waktu Subuh Dalam KondisiSetengah Tidur
Demi mendapatkan materi untuk mengisi buku lebaran, para ingusan rela berjalan kaki dari rumah menuju masjid, dengan kondisi mata yang sembilan puluh persen tertutup dan baterai energi lima persen, mereka dengan semangat menuju ke masjid. Mereka saling nyamperin satu sama lain supaya bisa berangkat bareng-bareng, mengobrol di perjalanan dan tidak diculik.
Setelah sholat subuh berjamaah dan mencatat kultum, mereka pun meminta tanda tangan Pak Ustadz, tetapi tidak serusuh ketika sholat tarawih. Berjalanlah mereka menuju rumahnya masing-masing, di perjalanan mereka banyak mengobrol dan bercerita. Salah satu obrolannya yaitu “Nanti kalau aku udah punya anak, aku bakal ceritain pengalamanku saat ini, dan semoga saja anakku lebih baik dari Aku”, “Aamiin” ucap mereka semua, ternyata yang mengucapkan Aamiin tidak hanya mereka saja melainkan malaikat juga ikut mengaminkan.
Padahal jika kita mengamati lebih jauh, banyak sekali unsur-unsur pendidikan yang akan kita dapatkan apabila menjalani rangkaian kegiatan di bulan ramadhan dengan baik, seperti eratnya hubungan individu dengan sosial maupun dengan Allah. Meskipun bocah-bocah ingusan itu bermain sarung, petasan, bal-balan di saat orang dewasa beribadah, itu lebih baik daripada bermain handphone. Bermain dengan teman sebaya merupakan pendidikan awal bagi individu untuk bersosial, ia akan banyak melakukan aktivitas seperti mengobrol. Tak hanya itu, ketika pagi hari pun mereka akan terbiasa untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah, jika di bulan ramadhan mereka selalu sholat subuh berjamaah.
https://uny.ac.id/
Komentar
Posting Komentar